Ibu Bapak
Ibu Bapak
Luthfiksi X Allawnologi
Luthfiksi X Allawnologi
(Luthfiksi )
Rima ini aku persembahkan untuk kedua orang tua ku, untuk keluarga ku, dan untuk semua saudara-saudari ku.
Ibu dan bapak ku, maafkan lah anakmu, atas segala khilaf dan dosaku, kelembutan kasih dan cinta mu , , sungguh tak bisa, aku rasakan selalu, akupun sadar karna itu dosa terbesarku, wahai orang tua ku.
Rima ini aku persembahkan untuk kedua orang tua ku, untuk keluarga ku, dan untuk semua saudara-saudari ku.
Ibu dan bapak ku, maafkan lah anakmu, atas segala khilaf dan dosaku, kelembutan kasih dan cinta mu , , sungguh tak bisa, aku rasakan selalu, akupun sadar karna itu dosa terbesarku, wahai orang tua ku.
Ku terlahir didunia, disebuah desa, dijalan bima, orang tua hanyalah, seorang
petani saja,
keluarga ku terbiasa, sederahana dengan sukur dan cinta, kita terlahir dengan tujuh bersaudara, ,
keluarga ku terbiasa, sederahana dengan sukur dan cinta, kita terlahir dengan tujuh bersaudara, ,
kroya dikota bercahaya, dua pria lima wanita, orang tua tak
pernah sekolah dimasa muda, namun anaknya. Hampir semua punya gelar sarjana, atas berkah keringat orang tua dan rukunnya
saudara,
yang selalu membantu, tapi bodohnya aku hingga di usia yang ke
dua puluh lima, aku tak bisa berikan, secuil kebahagiaan, untuk keluarga dan
orang tua.
Pendidikan dan agama, adalah modal utama, yang orang tua
harapkan, Pernah ku berangan ,mencoba
tak hiraukan, petuah serta lupakan, nama setiap peristiwa,
(Luthfiksi)
Bukan rasa puas yang aku dapatkan, ternyata hanyalah kekosongan,
jiwa yang buat ku termenung,
tak ingat lagi yang maha agung, padahal kau ajarkan aku untuk terus menatap gunung,
kembali kepada yang maha agung, ?????????
tak ingat lagi yang maha agung, padahal kau ajarkan aku untuk terus menatap gunung,
kembali kepada yang maha agung, ?????????
Ibu dan bapak ku, maafkan lah anakmu, atas segala khilaf dan dosaku, kelembutan
kasih dan cinta mu , , sungguh tak bisa, aku rasakan selalu, akupun sadar karna
itu dosa terbesarku, wahai orang tua ku.
(Luthfiksi ) masih teringat jelas, saat ku buat mu sesak, karna ucapku yang menyayat, kau marah menangis
lalu bersujud dan berdoa,
Untuk semua anaknya, meski ku tak percaya, dengan tuhan
hanya,
meyakini keberadaan, mu wahai orang tua, aku sungguh merasa berdosa, semakin aku dewasa, bukan bahagia, yang semakin aku rasa, tapi kecewa.
meyakini keberadaan, mu wahai orang tua, aku sungguh merasa berdosa, semakin aku dewasa, bukan bahagia, yang semakin aku rasa, tapi kecewa.
Aku terus membangkang, dan melawan dengan segala bentuk, penolakan sampai sekarang, ku tak temukan
kedamian, pendidikan ku yang tinggi, buat ku semakin busungkan diri, menolak
nasehat mu, menganggap salah, semua kata-kata mu, ketahuliah buku , hanya
sebatas wacana, rasa hormat kepada orang tua, tetaplah yang utama...
(Luthfiksi)
jika kau masih takut neraka, dan menginginkan nikmatnya surga disana. Maka hormatilah.
Mereka selalu serukan keselamatan, dan kesehatan tapi kita merasa risih atas kasih sayang yang terucap dengan lisan, kita tak bisa membalas sekecil apapun, dan ketahuliah bahwa orang tua lah bentuk tuhan kita yang nyata.
sampai kapan pun hingga kehidupan berulang jutaan kali pun, orang tua tetaplah yang pertama, orang tua tetaplah segalanya, orang tua lah bentuk tuhan kita yang nyata.
(Luthfiksi)
jika kau masih takut neraka, dan menginginkan nikmatnya surga disana. Maka hormatilah.
Mereka selalu serukan keselamatan, dan kesehatan tapi kita merasa risih atas kasih sayang yang terucap dengan lisan, kita tak bisa membalas sekecil apapun, dan ketahuliah bahwa orang tua lah bentuk tuhan kita yang nyata.
sampai kapan pun hingga kehidupan berulang jutaan kali pun, orang tua tetaplah yang pertama, orang tua tetaplah segalanya, orang tua lah bentuk tuhan kita yang nyata.
Kediri
Cahaya Bersemi
Cahaya Bersemi
Komentar
Posting Komentar